Arsitektur Perbankan Indonesia
Arsitektur Perbankan Indonesia
Mata
Kuliah : Bank dan Lembaga Keuangan Lain
Dosen
Pengampu : Tofan Tri Nugroho S.E, M.M
Nama
: Mita Putri Ramadani ( 192010200041)
Prodi
: Manajemen (7’A1)
1.
Basel Core Principles
Pada
tahun 1980 pertumbuhan bank swasta di Indonesia sangat pesat dan membawa
perekonomian Indonesia ke tahap yang baru. Bank yang semula hanya sebagai
fasilitator kegiatan pemerintah dan perusahaan besar, kini telah berubah
menjadi sektor yang sangat berpengaruh pada perekonomian. Perkembangan tersebut
ternyata tidak diimbangi dengan kehati-hatian (prudence), sehingga pada tahun
1990 terjadi masalah besar dalam perbankan Indonesia. Sehingga banyak bank yg
dilikuidisi karena tidak dapat diselamatkan lagi.
Karena
hal tersebut maka Bank for International Settlement (BIS) mencari tahu
bagaimana cara menciptakan dunia perbankan yang efisien dan efektif dalam
perannya sebagai financial intermediary. Karena adanya prinsipyang telah
dirumuskan dalam BIS, otoritas moneter berusaha untuk membuat Arsitektur
Perbankan Indonesia (API). Karena adanya API Bank Indonesia berkeinginan untuk
menerapkan praktik-praktik yang tercakup dalam 25 prinsip pokok basel untuk
pengawasan perbankan yang efektik (Basel Core Principles for Effective Banking
Supervision) sehingga dalam jangka waktu lima tahun kedepan diharapkan
Indonesia sejajar dengan negara-negara lain yang telah menerapkan prinsip
tersebut terlebih dahulu.
Pengawasan
organisasi perbankankan secara efektif adalah komponen mendasar dalam perbankan
atau perekonomian dalam melakukan sistem pembayaran, mobilitas, dan distribusi
tabungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengawasi bahwa bank beroperasi dengan
aman. Pengawasan bank yang kuat dan efektif penting untuk mewujudkan stabilisasi
keuangan nasional. Meskipun biaya pengawasan mahal tapi akan jauh lebih mahal
lagi biaya yang ditimbulkan oleh pengawasan bank yang buruk.
The
Basel Committee on Banking Supervision adalah komite pengawas perbankan yang
didirikan oleh gubernur bank sentral dari negara G-10 pada 1975. Lembaga ini
terdiri atas wakil-wakil senior dari Belgia, Kanada, Prancis, Jerman,Italia,
Jepang, Luksemburg, Belanda, Swedia, Swiss, Inggris, dan Amerika Serikat.
Sekertariat tetapnya beletak di kota Basel-Swiss.
Kelemahan
dalam sistem perbankan suatu negara dapat mengancam stabilitas keuangan negara
tersebut. Beberapa lembaga seperti Basel Committee on Banking Supervision, Bank
for International Settlements, International Monetary Fund, dan World Bank,
telah mencari cara untuk menguatkan stabilitas keuangan di seluruh dunia. The
Basel Committee on Banking Supervision telah bekerja dalam masalah ini selama
bertahun-tahun baik secara langsung maupun kerja sama dengan pengawas perbankan
di seluruh dunia. Komite telah menyusun dua jenis dokumen, yaitu:
1. 1. Paket lengkap Core Principles for Effective Banking Supervision (The Basel Core Principles)
2. Compedium (akan diperbarui
secara periodik)
Kedua dokumen tersebut
telah disetujui oleh gubernur bank sentral negara-negara G-10. The Basel Core
Principles terdiri atas 25 prinsip dasar yang perlu ada bagi terwujudnya sistem
pengawasan yang efektif. Prinsip-prinsip tersebut berkaitan dengan:
·
Prasyaratan
bagi pengawasan perbankan yang efektif – prinsip ke 1
·
Perizinan
dan struktur – prinsip ke 2-5
·
Peraturan
prinsip kehati-hatian – prinsip ke 6-15
·
Metode
pengawasan perbankan terus menerus – prinsip ke 16-20
·
Informasi
– prinsip ke 21
·
Wewenang
formal pengawas – prinsip ke 22
·
Perbankan
lintas negara – prinsip ke 23-25
The
Basel Cores Principles dimaksud sebagai acuan dasar bagi pengawas dan otoritas
publik lain di semua negara secara internasional. The basel Committee akan
berperan, bersama-sama dengan organisasi lain yang bersimpati untuk memonitor
perkembangan yang dicapai oleh masing-masing negara. The Basel Committee
percaya bahwa prinsip-prinsip tersebut merupakan langkah penting dalam proses
perbaikan stabilitas keuangan domestik dan internasional. The Basel Committee
akan terus memperbaiki standar yang berkaitan dengan unsur-unsur penting dan
risiko utama dalam pengawasan perbankan. The Basel Core Principles akan
berfungsi sebagai acuan kerja komite yang akan datang. 25 prinsip inti dalam
pengawasan yang telah dirumuskan oleh BIS, meliputi:
§ Prasyarat pengawasan perbankan yang efektif
Sistem pengawasan perbankan yang efektif memiliki tanggung jawab dan tujuan yang jelas pada setiap badan yang terlibat dalam pengawasan.
§ Perizinan
dan struktur
1.
Kegiatan
lembaga yang diberikan izin dan diawasi harus dirumuskan dengan jelas.
2.
Lembaga
pemberian izin berwenang menentukan persyaratan dan menolak pendirian yang
tidak sesuai dengan standar yang ditatapkan.
3.
Pengawas
harus memiliki wewenang untuk menilai dan menolak usulan pemindahan
kepemilikan.
4.
Pengawas
bank harus memiliki wewenang untuk menentukan persyaratan penilaian investasi
besar oleh suatu bank dan memastikan tindakan tersebut menyebabkan bank
menanggung risiko yang berlebihan.
§ Peraturan
dan persyaratan kehati-hatian
5.
Pengawas
harus menetapkan peraturan modal minimum yang tepat dan sesuai prinsip kehati-hatian.
6.
Penilaian
kebijakan, praktik, dan prosedur bank yang kaitannya dengan pemberian pinjaman,
ivestasi yang telah dilakukan.
7.
Pengawas
harus memastikan bank menjalankan kebijakan, praktik dan prosedur untuk
evaluasi terhadap kualitas aset.
8.
Pengawas
harus memastikan bank memiliki sistem informasi manajemen yang dapat
mengidentifikasi tingkat konsentrasi portofolionya.
9.
Pengawas
harus mengatur agar bank memberi
pinjaman pada perusahan atau perorangan yang saling berkaitan.
10.
Pengawas
harus memastikan bank memiliki kebijakan dan prosedur yang tepat untuk
mengidentifikasi, memonitor,dan mengendalikan risiko negara dan transfer dalam
pinjaman investasi.
11.
Pengawas
harus memastikan bank memiliki sistem yang dapat secara akurat memonitor dan
mengendalikan risiko pasar.
12.
Pengawas
harus memastikan bank memiliki proses manajemen untuk mengendalikan semua
risiko penting lain sehingga dapat menetapkan prasyaratan modal.
13.
Pengawas
harus mewajibkan bank agar memiliki pengendalian internail yang sesuai dengan
skala dan karakter masing-masing bank.
14.
Pengawas
harus mewajibkan bank agar memiliki kebijakan, praktik, dan prosedur yang tepat
untuk menciptakan standar profesional dan etis yang tinggi.
§ Metode
pengawasan perbankan berkelanjutan
15.
Sistem
pengawasan bank yang efektif harus mencakup pengawasan langsung dan tidak
langsung.
16.
Pengawas
harus memiliki interaksi rutin dengan manajemen bank dan pemahaman lengkap
terhadap kegiatan bank tersebut.
17.
Pengawas
harus memiliki alat untuk mengumpulkan, menilai dan menganalisis laporan pelaksanaan
prinsip kehati-hatian.
18.
Pengawas
harus memiliki alat validasi independen terhadap informasi pengawasan.
19.
Unsur
penting dari pengawasan perbankan adalah kemampuan pengawas untuk mengawasi
grup perbankan.
§ Peraturan
informasi
20.
Pengawas
harus memastikan bahwa setiap bank memiliki pencatatan yang baik sesuai
kebijakan akuntansi yang benar dan wajar.
§ Kewenangan
formal pengawas
21.
Pengawas
harus memiliki kebijakan pengawasan yang tepat untuk menjalankan tindakan
perbaikan terjadwal bila perbankan tidak memenuhi prinsip kehati-hatian.
§ Perbankan
antar negara
22.
Pengawas
harus melaksanakan pengawasan terkonsolidasi secara internasional terhadap bank
yang aktif secara internasional.
23.
Unsur
kunci dari pengawasan terkonsolidasi adalah pertukaran informasi dengan
berbagai pengawas perbankan yang lain, terutama pengawas nasional yang
berwenang.
24. Pengawas menetapkan agar bank asing juga menerapkan standar yang sama dengan standar bagi bank domestik dan pengawas juga harus memiliki wewenang untuk mendapatkan informasi yang diperlukan.
Untuk
memperkuat industri perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mulai 2004 berusaha
untuk menerapkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API merupakan kerangka
dasar pengembangan sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh untuk
rentang waktu 5 sampai 10 tahun ke depan. API diharapkan akan dapat akan dapat
memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan dalam waktu 5-10 tahun
kedepan. Visi API adalah:
§ Menciptakan sistem
perbankan yang sehat, kuat dan efisien.
§ Menciptakan kestabilan
sistem keuangan.
§ Mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional.
Krisis ekonomi pada tahun
1997 menimbulkan kesadaran API adalah kebutuhan yang mendesak bagi perbankan
Indonesia dalam rangka memperkuat fundamental industri perbankan. Secara
fundamental, sistem perbankan Indonesia masih harus diperkuat untuk dapat
mengatasi gejolak internail maupun eksternal. Sejak 2 tahun terakhir dengan
masukan-masukan berharga dari berbagai pihak Bank Indonesia telah meneyelesaikan
API. API adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari program restrukturisasi
perbankan penyehatan perbankan nasional pasca IMF. Penerapan API tidak terlepas
dari usaha Bank Indonesia untuk secara bertahap menerapkan praktik 25 basel
core principles for effective banking supervision. Lima tahun kedepan
diharapkan indonesia sejajar dengan negara-negara yang telah menerapkan 25
basel core principles. Program yang berkaitan dengan kinerja perbankan didukung
dengan
·
Kemampuan
operasional tinggi
·
Kemampaun
tinggi dalam pengelolaanrisiko
·
Ketersediaan
infrastruktur pendukung perbankan yang memadai
·
Keberadaan
lembaga pemeringkat kredit domestik
·
Adanya
penjaminan kredit yang mencukupi, serta
· Peningkatan kepercayaan nasabah
·
Struktur
perbankan domestik yang sehat, mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan
mendorong pembangunan ekonomi nasional
·
Sistem
pengaturan dan pengawasan bank yang efektif sesuai standar internasional
·
Industri
perbankan yang kuat dan berdaya saing tinggi serta memiliki ketahanan
menghadapi risiko
·
Good
corporate governance dalamkondisi internal perbankan nasional
·
Infrastruktur
lengkap untuk terciptanya industri perbankan yang sehat
·
Perlindungan
konsumen
Tantangan ke Depan
a)
Pertumbuhan
kredit perbankan masih rendah
b)
Struktur
perbankan yang belum optimal
c)
Pemenuhan
kebutuhan layanan perbankan yang masih kurang
d)
Pengawasan
bank yang masih perlu ditingkatkan
e)
Kapabilitas
perbankan yang masih lemah
f)
Profitabilitas
dan efisiensi bank yang tidak mampu bertahan
g)
Perlindungan
nasabah yang masih harus ditingkatkan
h)
Perkembangan
teknologi informasi
3. Enam Pilar Arsitektur
Perbankan Indonesia (API)
Visi API adalah menciptakan sistem
perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem
keuangan nasional.
1.
Menciptakan
struktur perbankan domestik yang sehat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
dan mendorong pembangunan ekonomi nasional.
2.
Menciptakan
sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar
internasional.
3.
Menciptakan
industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yg tinggi serta memiliki
ketahanan dalam menghadapi resiko.
4.
Menciptakan
good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan
nasional.
5.
Mewujudkan
infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang
sehat.
6.
Mewujudkan
pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.
4. Program Kegiatan Arsitektur
Perbankan Indonesia (API)
1.
Penguatan struktur perbankan
nasional
Tujuan penguatan
permodalan adalah: “meningkatkan kemampuan bank dalam mengelola resiko,
mengembangkan teknologi informasi maupun meningkatkan skala usahanya guna
mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan.
Cara pencapaian:
·
Penambahan modal baru baik dari pemegang saham lama
maupun investor baru
·
Merger untuk mencapai persyaratan modal minimum baru
·
Penerbitan saham baru di pasar modal
·
Penerbitan pinjaman subordinasi (subordinated loan)
2.
Peningkatan Kualitas Pengaturan Perbankan
·
Dalam jangka waktu lima tahun kedepan diharapkan BI
diharapkan BI telah sejajar dg negara2
lain dalam penerapan International
best practices termasuk 25 Basel
core Principles for effective Banking
Supervision.
·
Dari sisi proses penyusunan kebijakan perbankan
diharapkan dalam waktu 2 tahun kedepan Bank Indonesia (BI) telah memiliki
sistem penyusunan kebijakan perbankan yg
efektif dengan melibatkan pihak terkait dalam penyusunannya.
3.
Peningkatan Fungsi
pengawasan
·
Target 5 th kedepan internal perbankan memiliki
kemampuan menghadapi resiko semakin baik.
4.
Peningkatan Kualitas manajemen dan Operasional
Perbankan
5.
Pengembangan
Infrastruktur Perbankan
·
Target 3 th kedepan tersedia credit bureau,
lembaga pemeringkat kredit, dan skim penjaminan kredit
6.
Peningkatan Perlindungan Nasabah
·
Target 5 tahun kedepan tersedia standar pengaduan,
lembaga mediasi independen, transparansi, dan edukasi mengenai produk perbankan
bagi nasabah.
Dalam kurun waktu 5-10 tahu kedepan, program-program tersebut diharapkan dapat menciptakan konsolidasi sektor perbankan secara keseluruhan yang mengarah kepada struktur perbankan yang lebih optimal.
5.
Tahap Implementasi Perbankan Indonesia (API)
Arsitektur
Perbankan Indonesia dirancang untuk diterapkan dalam kurun waktu sekitar
sepuluh tahun. Program Implementasi API dilaksanakan serta bertahap dan dimulai
tahun 2004 dengan perincian penguatan struktur perbankan nasional.
A.
Tahap-tahap
penguatan struktur perbankan nasional
·
Memperkuat permodalan bank
·
Memperkuat daya saing BPR dan BPRS
·
Meningkatkan akses kredit dan pembiayaan UMKM
B.
Tahap peningkatan
kualitas pengaturan perbankan
·
Memformalkan
proses sindikasi dalam membuat kebijakan perbankan
·
Implementasi
secara bertahap International Best
Practices
C.
Tahap peningkatan fungsi
pengawasan
·
Meningkatkan
koordinasi antar lembaga pengawasan lain
·
Melakukan
reorganisasi sektor perbankan di Bank Indonesia
·
Meningkatkan
efektivitas enforcement
·
Menyempurnakan Infrastruktur Pendukung
Pengawasan Bank
·
Menyempurnakan implementasi sistem pengawasan
berbasis resiko
D.
Tahap peningkatan
kualitas manajemen dan operasional perbankan
·
Meningkatkan
Good Corporate Governance
·
Meningkatkan
kualitas manajemen resiko perbankan
·
Meningkatkan
kemampuan operasional bank
E.
Tahap pengembangan
infrastruktur perbankan
·
Mengembangkan
Credit Bureau
·
Mendorong
pengembangan pasar keuangan syariah (Islamic
Financial Market)
·
Peningkatan peran lembaga fatwa syariah dan
lembaga arbitrase syariah
F.
Tahap peningkatan
perlindungan nasabah
·
Menyusun
standar mekanisme pengaduan nasabah
·
Membentuk
lembaga mediasi independen
·
. Menyusun
transparansi informasi produk
· Mempromosikan edukasi untuk nasabah
6. Basel lll dan Stabilitas
sistem keuangan
Basel III merupakan
reformasi pengaturan di sektor perbankan sebagai respon krisis keuangan dunia
tahun 2008 yang diakibatkan oleh kurangnya kecukupan modal, tingginya variasi
ATMR antar Bank-bank, leverage yang sangat tinggi dan liquidity crunch.
Basel III bertujuan untuk
memperkuat persyaratan dalam standar regulasi Basel II bagi perbankan. Selain
meningkatkan persyaratan modal, hal itu memperkenalkan persyaratan kepemilikan
aset likuid dan stabilitas pendanaan, sehingga berupaya mengurangi risiko
kerugian bank.
Stabilitas sistem keuangan
Suatu kondisi sistem
keuangan nasional yang memfasilitasi alokasi sumber daya ekonomi secara efektif
dan efisien serta mampu bertahan lama terhadap guncangan internal dan eksternal
sehingga dapat berkontribusi pada pertumbuhan stabilitas perekonomian nasional.
Sistem keuangan memegang
peranan yang sangat penting dalam dunia perekonomian. Sebagai bagian dari
sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak
yang mengalami surplus kepada yang mengalami defisit. Apabila sistem keuangan
tidak stabil dan tidak berfungsi secara efisien, pengalokasian dana tidak akan
berjalan dengan baik sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
Secara khusus sistem
keuangan mampu untuk :
1.
Melakukan
fungsi intermediasi,
yakni fungsi utama dari perbankan proses pembelian surplus dana dari sektor
usaha, pemerintah maupun rumah tangga, untuk disalurkan kepada unit ekonomi
yang defisit.
2.
Manajemen
risiko,
yakni berfungsi menjalankan bisnis penting dilakukan untuk melindungi
organisasi dari risiko yang menghambat pencapaian tujuan dan berbagai hal yang
berpotensi menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
3.
Menyelenggarakan
pembayaran,
merupakan sebuah sistem yang di dalamnya mencakup seperangkat aturan, lembaga,
dan mekanisme untuk kegiatan pemindahan dana, sebagai bentuk pemenuhan
kewajiban yang timbul atas sebuah kegiatan ekonomi. Berdasarkan definisi
tersebut, jelas bahwa sebuah sistem pembayaran tidak cuma tentang mekanisme
atau cara pembayaran, tetapi juga melibatkan aturan dan lembaga. Adapun dalam
evolusinya, sebuah sistem pembayaran sangat dipengaruhi oleh tiga hal, yakni
inovasi teknologi dan model bisnis, tradisi masyarakat, dan kebijakan otoritas.
Berbagai kebijakan untuk
mencapai stabilitas sistem keuangan sebagai berikut :
§ Mikroprudensial
Kebijakan
yang bertujuan dalam mengawas dan menjaga individual institusi keuangan dari
risiko sistematik dan mencegah timbulnya risiko yang lainnya (Review Stabilitas
Keuangan, 2014). Dengan kebijakan mikroprudensal tersebut, OJK dengan sangat
mudah mengidentifikasi den menangani bank–bank yang bermasalah.
§ Makroprudensial
Kebijakan
yang bertujuan memelihara stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan melalui
pembatasan risiko sistemik.
Risiko
sistemik adalah potensi instabilitas akibat terjadinya gangguan yang menular
(contagion) pada sebagian atau seluruh sistem keuangan karena interaksi dari
faktor ukuran, kompleksitas usaha, keterkaitan antarinstitusi atau pasar
keuangan serta kecenderungan perilaku yang berlebihan dari pelaku atau
institusi keuangan untuk mengikuti siklus perekonomian.
§ Moneter
Kebijakan
yang dapat dilakukan dengan mengambil tindakan pengendalian jumlah uang yang
beredar di masyarakat dan penetapan suku bunga. Tujuan kebijakan moneter adalah
untuk pengendalian ekonomi secara makro agar tercipta kestabilan ekonomi dengan
mengatur jumlah yang yang beredar.
§ Fiskal
Kebijakan
sejenis peraturan dan keputusan yang diambil pemerintah agar menjaga stabilitas
perekonomian dalam lingkup makro.
§ Capital controls
Kebijakan
suatu ukuran, seperti pajak transaksi dan batasan lainnya atau larangan
langsung yang di mana pemerintah dapat menggunakan suatu regulasi untuk
mengatur arus masuk dan keluar dari rekening modal suatu negara.
§ Infrastruktur sistem
keuangan
Kebijakan multilateral yang menyediakan
jasa untuk melakukan perdagangan, kliring, setelmen, pelaporan, dan pencatatan
sehubungan dengan transaksi pembayaran, surat berharga, derivatif, dan
transaksi keuangan lainnya.

Komentar
Posting Komentar